Mengenai Saya

Foto saya
padang, sumatra barat, Indonesia
jangan buat aku terlau mencintaimu

Jumat, 09 September 2011

Nonton Fim Dibawah Lindungan Ka'Bah

Bagi penggemar film Hollywood, sebaiknya jangan nonton film klasik semacam ini. Tidak banyak happy ending dalam novel klasik Indonesia dan film ini memang tidak melakukan perombakan terhadap naskah cerita secara drastis. Perubahan yang dilakukan mungkin hanya sebatas kepentingan untuk penayangan di layar lebar, tetapi tetap mempertahankan alur cerita aslinya. Di komunitas para penggemar buku, maka Novel HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) ini mempunyai nilai hampir empat dari lima. Setelah dinaikkan ke layar lebar, mungkin saja para penggemar buku ini akan melihat beberapa perbedaan di buku dan di novel. Ini sesuatu yang wajar terjadi jika sebuah film diangkat ke layar lebar. rumah gadang Minangkabau Imajinasi dari ribuan kepala pembaca akan dijadikan sebuah gambar yang harus mempunyai titik kesamaan dari ribuan kepala itu, tentu sebuah hal yang mustahil bisa dilakukan. Ini memang sebuah tantangan bagi seorang sutradara. Ada yang berani menerima tantangan itu ada juga yang memilih menjadi sutradara dari naskah non novel. Cameraman film ini dan tentu saja editornya begitu apik menggarap setting film yang bernuansa Sumatra Barat. Terasa sangat megah dan teduh suasana yang terbangun. Adegan perahu dari sabut kelapa terasa sangat natural dan seperti tidak mungkin terjadi lagi di abad ini. pesta obor dalam film Di Bawah Lindungan Ka'bah Adegan malam juga selalu ditampilkan dengan sangat apik, melalui sinar obor dan pencahayaan yang pas di semua adegan. Penonton seolah-olah memang dibawa ke dunia masa lalu melalui semua adegan yang ditampilkan di film ini. Akting prima dari Laudya Chintya Bella juga membuat kita melupakan pose “berani” dari artis ini. Bella tampil apik dan terlihat sangat bersahaja di gelimang kekayaan yang mewarnai kehidupannya sebagai seorang anak hartawan. Dengan fasih Bella naik sepeda onthel, bermain air hujan dan berlarian di pasar, benar-benar seperti melihat Bella yang lain. HAMKA juga menunjukkan betapa kuatnya adat Sumatra Barat terhadap hukum Islam dan itu sudah terpatri dalam setiap insan yang hidup di jaman itu. Pacaran model tahun itu bener-bener tidak masuk akal kalau dilakukan di jaman sekarang. Pacaran kok tidak bisa saling melihat dan hanya bisa mendengar suara dari pacarnya saja, tentu tidak asyik kalau dilakukan jaman sekarang. Untuk adegan pacaran di balik dinding ini, terlihat di mataku editingnya kurang mulus. Seolah-olah sepasang kekasih ini diambil gambarnya secara sendiri-sendiri dan kemudian digabungkan. Aku tidak tahu bagaimana cara pengambilan gambar di adegan ini, tapi kalau di peragakan di panggung teater, pasti adegan ini akan sangat menawan. Cerita novel Di Bawah Lindungan Ka’bah sendiri sebenarnya sangat sederhana dan sangat mudah ditebak arahnya. HAMKA menekankan pada kekuatan dialog dari masing-masing tokoh yang tidak pernah takut pada siapapun dan tidak pernah takut sendirian, karena mereka punya Tuhan, Allah swt. Semua kejadian yang ada berawal dari niat yang tulus, usaha yang tak kenal menyerah dan pertolongan Tuhan. Niat yang begitu kuat dari ibu Hamid terhadap anaknya terjadi juga meskipun mungkin penonton menginginkan niat Ibu Hamid jangan sampai terjadi. Semua keinginan dari masing-masing tokoh terjadi sesuai niatan mereka. Film ini akan lebih terasa maknanya kalau kita bisa membayangkan kehidupan Hamid dan Zainab di tahun mereka hidup. Bila dipandang dari kaca mata sekarang, maka banyak sekali adegan yang tidak masuk akal. pasangan Hamid dan Zainab Bagaimana mungkin menolong orang dengan saksi begitu banyak orang malah dianggap salah karena “ngowah-owahi” adat (tidak sesuai dengan hukum adat setempat). Bahkan akhirnya sang penolong harus rela dihukum berat. Dibuang dari desanya ! Hamid, sang penolong, dengan ikhlas menerima semua hukuman yang diterimanya tanpa sedikitpun pernah mengeluh. Semua dijalani Hamid dengan keikhlasan yang terjiwai dengan baik oleh Herjunot Ali, sebagai aktor pemeran Hamid. Ini film lebay bagi para penggemar film Hollywood yang suka dengan adegan Happy Ending ever after dan film menarik bagi mereka yang mengimpikan indahnya semangat Islam di Sumatra Barat. Selamat menonton. Dibawah_Lindungan_Kabah1 (poster)

Minggu, 07 Agustus 2011

Bete..!!

Sebenernya gue lagi BeTe..ntah apa yang salah dari diri gue hingga gue gini banget..selalu diginiin orang. Apa salah gue?apa dosa gue? Entahlah gue gak ngerti. Masalah- masalah datang bertubi tubi dalam hidup gue. Awalnya sih baik- baik aja..tapi sekarang semua datang dalam hidup gue yang udah kayak apa.. Kadang- kadang gue pernah punya niat untuk bunuh diri atau bunuh orang yang bikin gue kayak gini, siapa yang mampu nahan perasaan ini hampir seumur hidupnya.
Gue emang diam aja, kadang tanpa respon. Tapi dalam hati gue menjerit keras, menangis dalam tidur gue. Gue ngerasa hidup gue gak ada artinya, diluar gue masih juga bisa tertawa- tawa dengan orang lain, mungkin orang tak pernah tahu betapa rapuhnya gue, saat semua orang tidur atau pergi dan sibuk dengan urusannya masing- masing disinilah gue mulai meneteskan air mata. Menangis tersedu-sedu dan berteriak sekerasnya. Tapi saat orang- orang terjaga gue hanya seperti tak terjadi apa- apa.
Sakit yang gue rasa bukan hanya fisik tapi juga perasaan gue, sakit hati bukan hanya hati yang sakit tapi juga jantung gue, sekarang yang semakin parah semalam gue terpaksa nahan perasaan gue, yang sebenarnya udah seminggu ini gue tahan- tahan. Semalam gue ngerasa bener- bener gak sanggup, gue ngerasa gak dihargai sedikitpun, keluarga gue mungkin gak ada yang tahu dengan apa yang gue rasa sekarang ini. Entah gue harus ngobrol sama siapa apa yang gue rasa, gue ngerasa gak ada yang pantas untuk jadi termpat pencuharan isi hati gue selama ini. Dan sekarang semuanya gue pendam dalam- dalam apa yang gue rasa. Apakah ahati gue sanggup menahan ini? Entahlah,,,gue musti coba seberapa sanggupkah gue.

Gue pernah berfikir untuk tinggal dan hidup bersama Ayah, gue ingin ngerasain kebebasan yang benar- benar gue inginkan, mungkin dengan hidup dengan Ayah gue akan ngerasain bagaimana hidup itu, tapi hubungan gue dengan Ayah juga tidak baik, kami telah dua tahun tak berbicara. Gue ada niat untuk kembali mencari Ayah, gue bener- bener pusing sekarang. Ingin mencari jalan yang terbaik utnuk diri gue sendiri, gue ngerasa apakah ini takdir yang harus gue jalani? Hidup tanpa ada yang sadar dengan keberadaan gue. Ingin lari, pergi dan menghilang dan mungkin akan kembali dalam waktu yang cukup lama, atau mungkin gak akan kembali lagi.?
Semua sekarang terasa benar- benar hampa, gue merasa sendiri dengan segala keterbatasan hidup gue. Gue pernah berfikir kenapa gue dilahirkan dalam keluarga ini? Kenapa harus punya orang tua seperti mereka?kenapa harus berjenis kelamin perempuan?kenapa gue harus anak tunggal? Semua orang mengira hidup sebagai anak tunggal sangat mengasikan, tapi semua gak sama seperti yang mereka pikirkan. Walau gue anak tunggal, gue selalu terbatas dan memiliki keterbatasan, malah gue ngerasa sebagai anak tiri atau adak pungut.
Satu- satunya orang yang gue sayang kini telah pegi ninggalin gue, yah,,apa mau kata ini keinginan dia, gue mau ngomong apa? Gue jadi ingat sama mantan gue, si kaliang..hahhhaa…. inget si Ade, si Dan, Ken2….Kemana mereka sekarang?? Mungkin mereka telah memiliki kehidupan yang mereka inginkan dan mungkin telah memiliki kekasih baru yang lebih dari gue.
Terimakasih Untuk Semua yang Pernah Ada dihati gue…dan ngisi hidup gue dengan cinta yang dulu kalian berikan….

Sabtu, 06 Agustus 2011

Senin, 18 Juli 2011

Senin, 06 Juni 2011

aRTIKEL_Menebus Mimpi Dengan Mimpi- mimpi Baru….

Menebus Mimpi Dengan Mimpi- mimpi Baru….
Pendidikan adalah alat yang terbukti untuk mengejar ketinggalan bangsa ini dengan bangsa- bangsa yang lain. Tidak sedikit para pelajar dan mahasiswa yang mampu berprestasi dibidang internasional. Dalam lomba- lomba bergengsi , para putra dan putrid Indonesia tidak kalah bahkan mampu mengunguli rival- rivalnya dari Negara- Negara maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Banyaknya Negara- Negara lain yang berlomba- lomba memberikan beasiswa, akomodasi selama belajar, hinga adanya ikatan kerjaatau ikatan dinas. Hal yang sangat disesalkan disini yankni banyaknya siswa yang berprestasi tapi tidak dapat melanjutkan pendidikan karena masalah biaya dan terbatasnya kursi dipeguruan tinggi negeri. Tak semua keluarga Indonesia mampu menyekolahkan putra dan putrinya disekolah atau kampus favorit karena terbentur masalah biaya.
Pada visi Kemendiknas 2010-2012 “Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif” serta misi Kemendiknas yaitu ketersediaan, keterjagkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian (K5). Kita sadar bahwa kita hidup di era global yang akses informasi bisa dilakukan dengan cara yang cepat bahkan bisa “real time”. Keadaan ini sangat mempengaruhi proses pendidikan Indonesia.
Pendidikan berfungsi sebagai mesin mobilitas bertikal social – ekonomi dan budaya. Pendidikan tinggi sebagai jenjang pendidikan tertinggi yang merupakan motor penggerak untuk penguatan maupun percepatan perbaikan pendidikan. Peran penidikan khususnya pada pendidikan tinggi yang berbasis budaya akademik sangat penting karena merupakan landasan bagi engembangan sumberdaya manusia bermutu dan inovasi nasional.
Pendidikan tinggi tidak hanya mencetak sumber daya manusia sebagai “supporter” tapi juga “driver” bahkan “enable” bagi pertumbuhan. Untuk menghasilkan mutu pendidikan yangberkualitas dan memposisikan pendidikan tinggi sebagai motor inovasi dan pertumbuhan, maka pemeritah berusaha memastikan adanya pemerataan akses pendidikan yang berkualitas.
Banyak orang mengatakan bahwa pendidikan itu mahal, dan banyak yang mengatakan bahwa untuk pintar itu mahal harganya. Malang untuk anak yang lahir dikeluarga yang berkekurangan dimana mereka ingin pintar tapi terbentur oleh biaya yang tak sedikit. Alih- alih berpikir ingin kuliah, tamat wajib belajar Sembilan tahun saja dirasa sangat bahagia. Dinegri ini selain dilarang sakit, orang miskin juga dilarang sekolah. Yang boleh mencicipi pendidikan bermutu seperti RSBI dan BHP yang biayanya melambung terus setiap tahunnya, dan hanya anak- anak kaya.
Bagaimana anak- anak negeri ini bisa bangkit jika mereka dilarang untuk tak seperti orang tuanya yang bodoh? Daerah Sumatra barat saja sebagai contohnya, masih banyak keluarga miskin ketimbang data- data yang dibuat oleh pemerintah daerah.
Setiap tahunnya angka partisipasi pendidikan selalu dinaikkan, tapi mengapa kualitasnya masih saja tetap sama setiap tahunnya? Setiap tahun jumlah pengangguran “kerah putih” dan “kerah biru” semakin bertambah setiap tahunnya. Jumlah mereka tak sebanding dengan pertumbuhan dunia usaha. Produk pendidikan Indonesia masih sebagai pencari kerja bukan sebagai pembuat lapangan kerja baru. Mereka hanya mengandalkan CPNS yang digelar setiap tahunnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Akar persoalan bangsa ini adalah system pendidikanya, dimana orang- orang miskin dinegri yang kaya raya, jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan murah. Pemerintah terus bereksperimen dengan membuka RSBI dan BHP. Setiap satuan pendidikan bertanggung jawab membiayai hidup sendiri alias mandiri. Diperbolehka mencari dana dari sumbangan masyarakat, swasta dan membukan usaha.
Dunia pendidikan Indonesia memang perlu diselamatkan, jika tidak mau jadi apa anak Indonesia beberapa tahun mendatang. Dari biaya masuk sekolah saja dapat kita lihat walaupun biaya sekolah wajib 9 tahun memang tak dipungut biaya sekolah, tapi pihak sekolah masih saja memungut biaya dari siswanya dengan mengatakan uang buku, atau uang seragam. Dan dari pihak PTN juga melakukan hal yang sama dengan menaikan biaya masuk semakin tinggu setiap tahunnya. Sehingga ada yang lulus UMB atau SNMPTN harus mengundurkan diri dikarenakan tidak cukup biaya.
PTN tugasnya adalah mencerak generasi yang intelektual jangan membebani mereka dengan biaya- biaya yang tak sanggup mereka bayarkan. Anak negeri ini terlalu banyak mimpi hingga mereka biasa menebus mimpi- mimpi mereka dengan mimpi- mimpi baru.
Pihak penyelengara pendidikan harus melalukan perbaikan pada standarisai pendidikan mereka, jangan hanya meminta biaya mahal, tapi tak sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Memperbaiki gedung menambah fasilitas, tapi kualitas yang mereka daptkan sama saja dengan tidak bersekolah. Dalam pendidikan perguruan tinggi saja, membayar uang kuliah yang begitu mahal tapi kadang- kadag dosennya tidak datang atau dosen datang hanya sebentar dan pergi lagi. Mau jadi apa mereka yag mebayar jutaan rupiah setiap semester tapi tak mendapatkan pengetahuan yang sepadan.
Perguruan tinggi mencetak setiap tahunnya pengangguran berpendidikan, mungkin mereka setelah tamat kuliah hanya menjadi penjaga warung atau toko. Sedangkan mereka lulusan fakultas hukum atau fakultas ekonomi. Jika selalu peperti ini, maka semakin bobroklah pemuda dan pemudi kita dalam bidang pendidikan, dan tidak salah jika semakin banyak yang menjadi penjahat.
Maka perlu adanya partisipasi masyarakat dalam lembaga pedidikan tinggi pasti sangat membantu. Namun, ekspasni tersebut harus disertai dengan peningkatan kualitas dan relevansi dengan bersinergi dengan masyarakat industry agar tidak menghasilkan pengangguran terdidik.

Artikel_TergesernYA rUMAH gADANG_

Tergesernya Rumah Gadang………………

Orang Minangkabau, menganut falsafah hidup “alam takambang jadi guru”. Mereka menjadikan alam sebagai guru untuk membangun kebudayaan mereka. Pencerminan dari paham ini dapat dilihat dari arsitektur rumahnya, Rumah Gadang. Gaya seni bina, pembinaan, hiasan bagian dalam dan luar, dan fungsi rumah merupakan aktualisasi falsafah hidup orang Minangkabau. Harmonis dan dinamis sebenarnya merupakan konsepsi yang berlawanan. Harmonis berkaitan dengan keselarasan, dan dinamis berkait dengan pertentangan. Hanya saja, ketika harmonis dan dinamis dipahami dalam konteks “bakarano bakajadian”, maka kedua hal tersebut menghasilkan sebuah kebudayaan yang menakjubkan. Bentuk badan Rumah Gadang yang segi empat dan membesar ke atas (trapesium terbalik), atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sisinya melengkung ke dalam, bagian tengahnya rendah seperti perahu, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh atap berbentuk segi tiga yang melengkung ke dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetis, harmonis.
Rumah Gadang disamping sebagai tempat tinggal, juga sebagai tempat musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan representasi budaya matrilenial. Sebagai tempat tinggal, Rumah Gadang memiliki tata aturan yang unik. Perempuan yang telah bersuami mendapat jatah satu kamar. Perempuan yang paling muda mendapat kamar yang paling ujung dan akan pindah ke tengah jika ada perempuan lain, adiknya, yang bersuami. Perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan tidur di surau milik kaumnya masing-masing.
Sekarang, pola kehidipan masyarakat Minang sudah bergeser, tanggung jawab keluarga yang semula berada di tangan penghulu dan mamak rumah, kini bergeser kepada tanggang jawab penuh seorang ayah. Maka upaya membangun Rumah Gadang pun kian luntur. Malah banyak Rumah Gadang yang sengaja ditinggalkan oleh anak kemanakan, tersebab dia sudah mampu membuat rumah sendiri untuk berdiam. Sehingga rumah gadang menjadi lapuk ditinggal penghuninya. Yang ada mungkin hanya binatang- binatang seperti kelelawar atau laba- laba.
Apakah Rumah Gadang akan menjadi sebuah Museum Sejarah? Perubahan- perubahan yang terjadi akibat modernisasi berdampak besar pada sistem kekerabatan dalam budaya minangkabau. Ada beberapa fenomena yang terjadi sekarang, fenomena itu adalah rumah gadang sebagai simbol sistem budaya minang nampaknya akan kehilangan fungsinya sebagai rumah gadang. Memang banyak kaum yang merenovasi rumah gadangnya, dibangun yang rancak dan anggun, tapi itu dilakukan bukan untuk ditempati, melainkan hanya sebagai ornamen, sebagai simbol keluarga. Mungkin sekali dalam setahun, saat lebaran mereka berkumpul di rumah gadang tersebut. Dengan kata lain rumah gadang dikuatirkan menjadi museum suatu keluarga. Fenomena yang selanjutnya adalah memudarnya peranan ninik mamak sebagai kepala kaum. Terutama di daerah agraris seperti solok-selatan, selain kampung terasa agak lengang, jumlah perempuan jauh lebih banyak dari laki laki.
Beberapa keluarga suku atau kaum kesulitan untuk mencari ninik mamak atau pemimpin kaum yang pandai karena putera putera terbaiknya lebih banyak dirantau. Padahal ninik mamak sebagai kepala kaum lazimnya berada di kampung memimpin kaumnya. Orang minang bangga menyebut keluarga mereka sebagai keluarga besar. Makna dan fungsi keluarga besar mulai rapuh, akibat pengaruh budaya modern.
Lalu muncul sebuah budaya baru yang disebut dalam budaya modern yaitu keluarga inti. Keluarga kini terdiri dari orangtua dan anak kandungnya saja, sebagaimana lazimnya masyarakat modern. Beberapa fenomena yang saya jabarkan diatas kira- kira akan berdampak pada terancamnya fungsi dan peran rumah gadang sebagai simbol sistem kekerabatan minangkabau yang dibanggakan itu. Dunia sedang berubah dan suku Minang harus siap menghadapi perubahan.
Saat ini hanya sedikit rumah Gadang yang ada dinagari minangkabau ini. Mungkin yang tersisa hanya bekas rumah Rumah Gadang saja. Selain itu juga banyak dari rumah tua itu yang nayris runtuh akibat diterpa angin. Yang sangat disayangkan adalah dari pihak warga yang tinggal dalam satu kaum atau warga setempat seolah- olah rumah gadang ini hanya symbol saja atau hanya sebuah museum sejarah kalau disana pernah tinggal orang minang. Kita dapat lihat dari pihak pemda kota, seolah-oleh pemda kota juga melakukan pembiaran atas keadaan ini. Bisa dilihat sendiri dikota Padang yang kita cintai ini, sangat sedikit Rumah Gadang yang kita temui, paling- paling hanya gedung- gedung pemerintahan yang atapnya saja memakai gonjong. Tapi tak pernah kita lihat adanya Rumah Gadang itu sendiri. Mana kasanah budaya yang akan kita wariskan pada anak cucu kita? Atau hanya sebuah cerita- cerita saja?
Maka perlunya kerjasama antara pemda kota dan warga masyarakat, agar tak semakin terpinggirkannya rumah gadang yang menjadi kebanggaan orang ranah minang. Jika dikaitkan dengan keinginan orang minang yang sekarang mulai melakuka perubahan pola piker dimana mereka ingin memiliki rumah sendiri, boleh saja tapi mereka juga harus mampu merawat rumah gadangnya agar tak lapuk oleh cuaca. Karena kota Padang terkenal sekali sebagai kota yang memiliki bayak sekali objek wisata, jangan jadikan tanda pengenal itu hilang karena perubahan jaman. Maka perlu kerjasama antara Pemda dan Warga Kota itu sendiri, maka mulailah dari sekarang untuk bertindak sebagaimana orang Minangkabau.

Artikel_Terperangkap Budaya Konsumtif…_

Terperangkap Budaya Konsumtif…
Orang Indonesia pada umumnya paling senang mendengar kata ”Diskon Besar-besaran”. Sangking exsaitednya mereka mau saja mengantri dari pagi hingga siang, mungkinkah Indonesia menganut budaya konsumtif jika dilihat dari segi penggunaan dan pemakaian barang- barang tertentu yang mungkin pada dasarnya hanya untuk pemuas nafsu mereka akan barang- barang luxulury saja? Apakah watak orang Indonesia memang konsumtif seperti yang kita lihat?
Sebenarnya budaya konsumtif ini merupakan perwujudan praktik sosial yang berbahaya karena bisa ngelahirin berbagai dampak yang berbahaya banget bagi kehidupan masyarakat. Sifat konsumtif ini sebenarnya bagian yang gak bisa dipisahkan dari ideologi kapitalisme yang banyak mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat di Dunia. Budaya ini diciptakan sebagai bagian dari logika pasar dan komoditi oleh para kaum kapitalis. Keinginan masyarakat dijadikan sebuah komoditi pasar yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu. Pasti saja keberadaan dari budaya konsumtif tersebut dapat mengancam tatanan nilai dan identitas yang telah dianut oleh masyarakat selama ini, terutama budaya hidup sederhana dan bersahaja yang dipakai Indonesia selama ini.
Konsumtif merupakan perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dimana yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah. Orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut.
Orang yang konsumtif menganggap bahwa membeli dan memakai barang mahal akan membuat mereka lebih Stylish. Padahal jika mereka bisa memadupadankan barang- barang lamanya mungkin akan lebih baik dari pada harus membeli barang- barang yang cenderung menguras isi kantongnya. Budaya konsumtif ini timbul dari sebuah kegalauan pada masyarakat karena krisis kepercayaan yang mereka rasakan, contohnya saja pada barang milik dalam negri dimana salah satu merk susu terkena virus yang dapat menyebabkan kematian, atau produk buatan dalam negri yang gak dipercaya lagi oleh bangsanya. Saya jadi ingat pada mobil buatan Indonesia asli buatan tangan Negara sendiri tapi seakan tak ada respon baik dari masyarakatnya sehingga mobil tersebut hilang dari peredaran dan ditemukan membusuk dilahan kosong yang ditumbuhi dengan ilalang yang tinggi menjulang. Atau pesawat rakitan dalam negri yang gak dipakai lagi malah membeli barang merk luar negri yang malah membuat krisis kepercayaan lebih memburuk lagi dimasyarakat.
Salah satu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat Indonesia mengkonsumsi sesuatu bukan karena mereka memang betul-betul membutuhkannya, tetapi lebih banyak karena mereka merasa membutuhkannya. Barang yang dikonsumsi itu bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Disini fungsi benda itu telah berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis yang mungkin berkaitan dengan status social, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya primer . karena itu, sering terlihat dimasyarakat Indonesia yang mana menganggap bahwa semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna simolis yang melekat padanya.
Konsumtif ini mengajarkan kita tidak produktif, pada orang yang memiliki sifat konsumtif yang tinggi biasannya mereka merasa barang yang ada di hadapan dia harus dimiliki. Orang konsumtif melihat barang bukan dari kegunaan sekarang hingga nanti tetapi saat itu saja. Saat melihat barang ia akan merasakan pada saat memakai barang tersebut. Entah barang itu nanti akan dipakai lagi atau tidak yang penting saat itu juga ia harus memilikinya
Sifat konsumtif ini tidak masalah asal tidak merugikan orang lain orang duit-duit dia. Yang jadi masalah kalo yang bersangkutan sampe babak belur nombokinnya. Yang bikin sebel lagi kalo golongan ini mulai jadi provokator buat yang tipe saver. Kita bisa tahu kalau pola konsumtif ini lebih banyak bersifat negatif karena sangat mengkhawatirkan kehidupan mereka tidak akan pernah nyaman karena akan selalu dihantui rasa ketidak puasan yang termenerus muncul. Pola konsumtif dari segi positifnya mungkin hanya orang tersebut tidak tertinggal jaman tapi itu bukan jaminan bagi orang konsumtif. Jadi lebih baik kita tidak memiliki sifat seperti itu, yah hidup normal- normal aja apa yang mesti beli itu dilihat dari segi penting atau tidaknya untuk kedepannya kerena orang konsumtif tidak akan pernah mengulangi barang yang pernah dipakai dipakai kembali dan orang konsumtif akan selalu merasa barang yang ia memilki itu kurang. Kalau pun memiliki uang yang banyak gunakan untuk sesuatu yang sangat penting dulu.
Nah, buat teman- teman yang menganut budaya konsumtif sebainya mulailah berubah. Karena gak selamanya kita punya uang untuk beli ini dan itu, mungkin satu hari nanti kita terbentur biaya. Dan sebaiknya mulai sekarang mulailah untuk mampu membuat sesuatu atau berkreasi sebaik mungkin. Maka diperlukannya manusia yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, disiplin, berwawasan luas, kreatif, punya inisiatif dan prinsipil, untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan itu. Bangsa Indonesia harus beranjak dari posisi sebagai konsumen menjadi produsen.

Artikel_ KETIKA HUKUM DIPERJUAL BELIKAN MUNCULLAH MAFIA HUKUM DAN MAFIA PERADILAN_

KETIKA HUKUM DIPERJUAL BELIKAN MUNCULLAH MAFIA HUKUM DAN MAFIA PERADILAN

Hukum yaitu sesuatu yang telah diatur kadarnya. Semuanya sudah dikodifikasi atau sudah dibukukan. Ini dapat kita lihat dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata) dan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab tersebut pada intinya berisi peringatan tentang hal yang kita lakukan serta ancaman hukumannya.
Ini adalah gambaran hukum di Indonesia, yang telah diatur dalam kitab undang-undang perdata juga pidana. Indonesia sebagai negara hukum atau rechtstaat memang telah diatur oleh undang-undang dan hukum yang jelas. Undang-undang yang memayunginya itulah yang akan dijadikan pegangan bagi para jaksa dan hakim dalam mengambil keputusan dalam pengadilan.
Tapi, sekarang ini kita banyak melihat hukum tidak dapat berlaku seperti yang ada dalam kitabnya. Hukum telah banyak yang melenceng dari yang ada dalam kitab atau buku. Banyak sekali yang tidak sesuai dengan buku, terutama kadar hukuman yang ada dalam KUH Perdata dan KUHP. Jual beli ada hukumnya, tetapi hukum tidak boleh dijual dan tidak bisa dibeli. Hukum wajib ditegakkan, sekalipun terhadap diri sendiri, keluarga maupun sanak famili. Di sekitar kita, jual beli hukum bukan lagi barang aneh. Selain beritanya sering muncul di televisi, media cetak, dan radio, mungkin kita sendiri pernah mengalaminya atau terpaksa mengalaminya. Padahal, manakala hukum hukum bisa dengan mudah diperjual belikan, maka praktis moral masyarakat hancurlah sudah.
Maka tidak salah lagi juaka ada yang namanya mafia hukum dan mafia peradilan. Mafia Hukum di sini lebih dimaksudkan pada proses pembentukan Undang-undang oleh Pembuat undang-undang yang lebih sarat dengan nuansa politis sempit yang lebih berorientasi pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu.
Sedang Mafia Peradilan di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik yang ada di tangan para Penegak Hukum dimana secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Hukum dan keadilan menjadi barang mahal di negeri ini. Prinsip peradilan yang cepat, biaya ringan dan sederhana sulit untuk ditemukan dalam praktik peradilan. Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan.
Salah satunya yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” di semua birokrasi dan stratifikasi sosial yang telah menjadikan penegakan hukum hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dan pidato-pidato kosong.
Bahkan secara faktual tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang berminat sebagai pembelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya.
Kenyataan ini memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada mereka yang lemah dan miskin. “ Sekali lagi tidak akan pernah… ! ” Sindiran yang sifatnya sarkatisme mengatakan, “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada dinegeri ini”.
Tapi agaknya para Penegak Hukum, Politisi, Pejabat dan Tokoh-Tokoh tertentu dalam masyarakat kita tidak akan punya waktu dan ruang hati untuk dapat mengubris segala bentuk sindiran yang mempersoalkan eksistensi pekerjaan dan tanggungjawab publiknya, jika sindiran itu bakal mengurangi rejekinya. Buruknya proses pembuatan undang-undang dan proses penegakan hukum yang telah melahirkan stigmatisasi mafia hukum dan mafia peradilan di Indonesia, yang kalau kita telusuri keberadaannya ternyata mengakar pada kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa.
Sehingga apa yang disebut dengan mafia hukum dan mafia peradilan eksistensinya cenderung abadi karena ia telah menjadi virus mentalitas yang membudaya dalam proses penegakan hukum di negeri ini. Sehingga berbicara tentang Law Enforcement di Indonesia tidaklah bisa dengan hanya memecat para Hakim, memecat para Jaksa dan memecat para Polisi yang korup, akan tetapi perbaikan tersebut haruslah dimulai dengan pembangunan pendidikan dengan pendekatan pembangunan kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa dan membangun moral force serta etika kebangsaan yang kuat berlandaskan pada Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun upaya untuk menempatkan hukum menjadi panglima di negeri ini diperlukan juga adanya polical will dari para elite politik dan gerakan moral dari seluruh anak bangsa yang perduli akan nasib bangsa ini, serta membrantas politikus busuk yang lagi sibuk merebut kekuasaan

Minggu, 01 Mei 2011

SOSIOLOGI HUKUM PERMASALAHAN KORUPSI DI INDONESIA DAN CARA PEMBERANTASANNYA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Korupsi adalah suatu perbuatan yang sudah lama dikenal di dunia dan di Indonesia. Syed H. Alatas yang pernah meneliti korupsi sejak Perang Dunia Kedua menyebutkan, esensi korupsi adalah melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Beliau membagi korupsi ke dalam tujuh macam, yaitu korupsi transaksi, memeras, investif, perkerabatan, defensif, otogenik dan dukungan. Indonesia berusaha untuk memberantas korupsi sejak 1950-an dengan mendirikan berbagai lembaga pemberantas korupsi, terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) suatu “ superbody ” dengan kewenangan istimewa.
Berbagai macam undang-undang anti korupsi juga sudah dibuat, bahkan disertai dengan hukuman maksimal, yaitu hukuman mati. Walaupun demikian, kondisi korupsi di Indonesia masih tetap parah. Menurut Transparansi Internasional, pada akhir tahun 2005, indeks persepsi korupsi di Indonesia naik dari 2,0 menjadi 2,2 (indeks persepsi dari 1 sampai 10). Angka ini menunjukkan yang terendah di Asia Tenggara, dan berarti Indonesia adalah negara terkorup dibanding Filipina , Thailand , Malaysia , Singapura , Brunei dll. Peraturan perundang-undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih, Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum.
Seringkali korupsi dilakukan tidak secara personal, tetapi dilakukan secara kolektif, struktural, dan sistemis. Sehingga secara tidak langsung korupsi lambat laun menjadi sebuah budaya. Fenomena itu pun terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan strategi pemberantasan korupsi secara kolektif, struktural, dan sistemis.
Fenomena korupsi telah menjadi persoalan yang berkepanjangan di negara Indonesia. Bahkan negara kita memiliki rating yang tinggi di antara negara-negara lain dalam hal tindakan korupsi. Korupsi sebagai sebuah masalah yang besar dan berlangsung lama menjadi sebuah objek kajian yang menarik bagi setiap orang. Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian itu. Misalnya ada orang yang meneliti pengaruh korupsi terhadap perekonomian, perpolitikan, sosial, dan kebudayaan.
Fenomena korupsi telah merongrong nilai-nilai kerja keras, kebersamaan, tenggangrasa, dan belaskasih di antara sesama warga bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang easy going, apatisme terhadap nasib dan penderitaan sesama khususnya rakyat kecil yang tidak sempat untuk menikmati atau memiliki kesempatan untuk korupsi. Meskipun korupsi bukanlah sebuah lapangan pekerjaan baru. Singkatnya tindakan korupsi seolah-olah bukanlah sebuah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kenderungan korupsi telah merasuki hati semua orang.

1.2 Permasalahan
Adapun masalah yang dapat kami jabarkan disini antara lain :
a. Kenapa korupsi membudidaya di Indonesia?
b. Apa hubungannya dengan kesenjangan sosia dimasyarakat?
c. Mengapa korupsi di Indonesia masih sangat tinggi?
d. Apakah peran yang dapat dilakukan masyarakat agar korupsi di Indonesia berkurang?


















BAB II
TEORI
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas / kejahatan.
2.2 Jenis Korupsi
Ketua KPK membedakan korupsi atas dua jenis, korupsi karena kebutuhan ( need corruption ) dan korupsi karena kerakusan ( greedy corruption ). Korupsi yang pertama terjadi terutama karena sistem yang kurang baik, misalnya, sistem pegawai negeri sipil (PNS), terutama sistem penggajian pegawai negeri sipil yang sangat rendah. Korupsi ini diberantas dengan tindakan perbaikan sistem PNS itu sendiri. Ini termasuk upaya pencegahan korupsi yang merupakan tugas KPK.
Sementara, korupsi golongan kedua lebih banyak disebabkan karena ketamakan dan mental yang rusak. Ini harus diperbaiki dengan upaya penindakan, yaitu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Di Indonesia banyak korupsi yang “terpaksa” dilakukan karena kebutuhan hidup sehari-hari, walaupun korupsi karena ketamakan cukup banyak juga. Biasanya korupsi jenis pertama ini jumlahnya tidak besar dibandingkan korupsi jenis kedua.















BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alasan Orang Banyak Korupsi
Sikap mental dan budaya yang dianutnya memberikan dia alasan untuk melakukan korupsi. Karena adanya kesempatan dan adanya niat untuk melakukan tindak pidana Korupsi itu. Memberikan kesempatan untuk korupsi perlu dipersempit dengan memperbaiki sistem. Sementara niat untuk melakukan korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh sikap mental atau moral dari para pejabat atau pegawai. Banyak, di antara pejabat atau pegawai, mempunyai sikap yang keliru tetang sah tidak suatu penghasilan atau halal haramnya suatu sumber pendapatan. Mereka sering berpendapat, bahwa yang tidak sah atau haram hanyalah meliputi makanan dan minuman yang diharamkana agama. Sementara perbuatan lain yang merugikan orang lain ataua merugikan keuangan negara, dianggap tidak haram atau sah-sah saja.
Seharusnya perbuatan yang merugikan orang lain atau merugikan keuangan negara adalah juga perbuatan yang tidak sah atau haram, Karena sikap keliru inilah, banyak orang merasa tenang atau tidak merasa berdosa ketika melakukan korupsi. Banyak orang yang memiliki “kesalehan pribadi” tetapi kesalahan ini tidak tercermin dalam perilaku sosialnya. Sudah tentu, sikap ini sangat membahayakan dan dapat menyuburkan korupsi. Untuk itu diperlukan pelurusan definisi “sah dan tidak sah” atau “halal dan haram” di dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diingatkan, bahwa semua tindakan yang merugikan orang lain dan keuangan negara adalah perbuatan tidak sah atau haram.
Di sisi lain, bagi anggota masyarakat, ada semacam nilai bahwa memberikan sesuatu kepada pejabat bukanlah perbuatan yang dilarang, baik pemberian itu diberikan sebelum atau sesudah urusannya dengan pejabat itu selesai. Sikap mental ini harus diubah. Perlu diingatkan, bahwa baik menurut hukum agama atau hukum nasional, orang yang menyuap atau disuap kedua-duanya juga salah.
Antara urusan pribadi dan kedinasan bercampur yang merupakan salah satu kelemahan orang Indonesia, terutama pejabatnya, adalah kurang bisa membedakan urusan pribadi dan dinas. Antara keduanya sering tercampur, tidak ada batas yang jelas. Keseringan antara urusan pribadi dengan bangga diselesaikan dengan fasilitas dinas atau negara, tetapi agak jarang urusan dinas diselesaikan dengan biaya pribadi. Di berbagai daerah di seluruh Indonesia, banyak ditemukan rekening-rekening pribadi untuk menampung dana yang berasal anggaran kantor.
Pemberantasan yang pilih- pilih dalam melakukan pemberantasan korupsi. Dimana yang seharusnya pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan benar dan sudah tentu diperlukan aparatur pemerintahan, terutama penegak hukum, yang bersih. Menurut penilaian Transparansi Internasional, korupsi di Indonesia banyak terjadi di kalangan partai politik dan parlemen, dan di sektor penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Oleh karena aitu, pembersihan di sektor penegakan hukum haruslah menjadi prioritas utama. Di sini, harapan masyarakat banyak diberikan kepada KPK yang dianggap lebih memiliki integritas dibandingkan dengan penegak hukum lainnya. Untuk itu, KPK harus didukung sepenuhnya dan diberi kewenangan yanag lebih baik lagi, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Misalnya, KPK yang selama ini tidak berwenang menyidik kasus tindak pidana pencucian uang, diberikan kewenangan untuk menyidik. Karena sebagian besar uang atau harta hasil korupsi hampir selalu di-laundering dengan cara menyembunyikan atau mengaburkan asal usulnya.
Peranserta masyarakat karena akan mempengaruhi keberhasilan pemberantasan korupsi banyak tergantung pada partisipasi masyarakat. Kalau masyarakat sudah mengubah budayanya dan bersikap “antikorupsi” maka situasi ini sudah cukup kondusif untuk memberantas korupsi. Dengan sikap demikian, diharapkan, masyarakat mau mencegah dan melaporkan korupsi yang terjadi. Untuk itu, mutlak diperlukan segera undang-undang perlindungan saksi dan pelapor untuk dapat membongkar kasus korupsi. Sayang sekali, perlindungan bagi “pelapor” ini belum termasuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.
Partisipasi masyarakat juga dapat diberikan dalam bentuk “memboikot” setiap acara atau undangan dari pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi. Inilah hukuman masyarakat yang benar-benar efektif dan dirasakan para pelaku korupsi. Diharapkan juga, masyarakat dapat mengontrol pelaksanaan pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, ide KPK untuk membentuk clearinghouse pemberantasan korupsi yang berfungsi sebagai pusat pengetahuan akan sangat baik. Dengan clearing house ini, masyarakat dapat mengakses berbagai informasi tentang pemberantasan korupsi termasuk kasus-kasus yang sedang ditangani oleh para penegak hukum. Untuk mengurangi angka korupsi, di samping upaya pencegahan dan pemberantasan, juga diperlukan perubahan budaya dan dukungan masyarakat luas.
3.2 Penyebab Korupsi
Untuk menemukan penyebab korupsi, maka saya ingin menggunakan konsepsi Alfred Schutz tentang because motive atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam konsepsi ini, maka dapat dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada atau tidaknya faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang disebut sebagai motif eksternal penyebab tindakan.
Manusia dewasa ini sedang hidup di tengah kehidupan material yang sangat mengedepan. Dunia kapitalistik memang ditandai salah satunya ialah akumulasi modal atau kepemilikan yang semakin banyak. Semakin banyak modal atau akumulasi modal maka semakin dianggap sebagai orang yang kaya atau orang yang berhasil. Maka ukuran orang disebut sebagai kaya atau berhasil adalah ketika yang bersangkutan memiliki sejumlah kekayaan yang kelihatan di dalam kehidupan sehari-hari. Ada outward appearance yang tampak di dalam kehidupan sehari-harinya. Cobalah kalau kita berjalan di daerah-daerah yang tergolong daerah komunitas kaya, maka hal itu cukup dilihat dengan seberapa besar rumahnya, di daerah mana rumah tersebut, dan apa saja yang ada di dalam rumah tersebut. Di Surabaya ini, maka dengan mudah dapat diketahui bahwa ada perumahan yang tergolong sebagai perumahan “elit”. Datanglah di perumahan Darma Husada Indah, maka akan terpampang bagaimana rumah kaum elit di negeri ini. Dan inilah gambaran kesuksesan atau keberhasilan kehidupan.
Di tengah kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.
3.3 Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi
Adapun kondisi yang mendukung terjadinya korupsi ini antara lain:
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifiksikan
penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah (media online 2003), yaitu:
• Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan.
• Wilayah Sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan kerapuhan sebuah sistem member peluang terjadinya korupsi.
• Wilayah Irisan antara Individu dan Sistem, dikenal dengan aspek social budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji. Di samping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, dan ekonomi yang ada dalam masyarakat.
Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek.
Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah
• rusaknya sistem tatanan masyarakat,
• ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi,
• munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat,
• penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum,
• yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatisterhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
3.4 Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Masalah korupsi dan bagaimana cara mengatasinya sudah sangat banyak dibicarakan oleh para pengamat, penegak hukum, tokoh LSM, pejabat, pendidik dan juga pemimpin umat dari berbagai agama. Namun spirit reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 ditandai dengan runtuhnya rejim Orde Baru, yang salah satu agenda pokoknya adalah “pemberantasan KKN”, ternyata gaungnya mulai meredup. Ironis, karena sampai sekarang belum ada tanda-tanda bahwa korupsi dapat dikurangi apalagi diberantas, Indonesia tetap bertengger sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Penanganan korupsi masih sangat mengecewakan dan dinilai masih dalam praktik "tebang pilih". Artinya, masih banyak kasus besar yang belum tersentuh pengadilan dan terkesan dilindungi oleh kekuasaan. Banyak putusan hakim yang kental isu suap. Banyak kasus yang ditangani, tapi ketika sampai di pengadilan banyak terdakwanya yang dibebaskan. Padahal menurut perasaan keadilan masyarakat atau pun berdasarkan fakta yang muncul di pengadilan, seharusnya hakim memutuskan sebagai terbukti bersalah.
Menghadapi beban penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi yang semakin canggih dan kompleks, lembaga kejaksaan sebagai ujung tombak penegak hukum, mutlak perlu membenahi diri ke dalam dan mereformasi diri. Salah satu agenda penting dalam reformasi lembaga kejaksaan adalah bagaimana lembaga ini dapat menjadi lembaga yang bebas dari intervensi politik. Politisasi hukum sudah berlangsung lama dan ini harus dijadikan agenda reformasi untuk menjadikan lembaga kejaksaan steril dari pengaruh politik dan kepentingan politik.
Masyarakat kebanyakan masih menganggap suap sebagai hal yang wajar, lumrah, dan tidak menyalahi aturan. Suap terjadi hampir di semua aspek kehidupan dan dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Banyak yang belum memahami bahwa suap, baik memberi maupun menerima, termasuk tindak korupsi. Suap dianggap sebagai bentuk primitif dan induk korupsi. Suap adalah awal lahirnya budaya koruptif dalam skala luas yang terjadi saat ini.
Contoh paling sederhana dari suap adalah memberi biaya perjalan dan menginap bagi anggota partainya dan sangat berkaitan dengan jabatan yang akan diraihnya, tapi memakai bahasa lain yang bukan terang- terangan mengatakan ini adalah suap hanya “membantu”. Sebenarnya membantu ini adalah hal yang lumrah tapi disalah gunakan demi kepentingan yang lain dan akhirnya justru disalahgunakan demi keuntungan pribadi dan saling menguntungkan antara pemberi dan penerima.
Aplikasi suap terjadi mulai dari hal yang sederhana dan sepele hingga urusan kenegaraan yang rumit. Suap terjadi mulai dari pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) hingga pembuatan undang-undang (UU) di lembaga legislatif. Dalam masyarakat yang kian materialistis, ada gium "tak ada yang gratis" menjadi acuan. Akibatnya, sesuatu yang menjadi kewajiban seseorang, karena jabatannya menjadi "diperjual belikan" demi keuntungan pribadi.
Namun, suap bukan monopoli masyarakat Timur. Di berbagai negara maju, suap masih banyak terjadi dengan berbagai bentuk. Suap juga tidak hanya terjadi di sektor pemerintahan atau publik, tetapi juga terjadi di sektor swasta dan korporasi yang melibatkan antar perusahaan atau antara perusahaan dan pejabat publik.
Perbedaannya, suap di negara maju lebih mampu diminimalkan jumlah dan dampaknya. Aturan dan sanksi yang jelas dan tegas, baik sanksi hukum maupun sosial, membuat banyak pelaku suap, termasuk yang kelas kakap, mampu dijerat hukum. Namun di Indonesia, hal itu sepertinya belum berlaku. Padahal, hukum dan aturan yang melarang suap tersedia sejak Indonesia merdeka.
Kesadaran akan dampak dan kerugian suap juga bukan hal baru. Tapi akibat suap dan tindak koruptif lainnya, yang menyebabkan terbengkalainya kepentingan publik. Kesalahan yang terjadi sejak lama dan dibiarkan terjadi secara terus-menerus membuat suap menjadi tindakan yang seolah-olah dibenarkan. Bahkan, masyarakat menganggap suap sebagai hal yang "dibenarkan". Sudah menjadi rahasia umum bila masyarakat hingga kini masih beranggapan, untuk menjadi pegawai negeri sipil atau anggota TNI/ Polri selalu harus disertai dengan suap dengan nilai hingga puluhan juta rupiah. Dengan semakin sempitnya ketersediaan lapangan kerja, anggapan ini juga merambah ke sektor swasta dan menyentuh kelas masyarakat ekonomi paling bawah.
Di beberapa negara lain, proses penyuapan masih menyertakan tanda bukti yang disertai penyebutan nama, jabatan, dan tanda tangan dengan jelas. Adapun di Indonesia, penyuapan umumnya dilakukan tanpa transaksi perbankan, tanpa tanda bukti apa pun, dan terkadang diberikan melalui jasa perantara. Untuk mengelabui hasil penyuapan, penerima sering kali menjadikan hasil suap itu sebagai harta kekayaan istri, anak, atau anggota keluarga yang lain. Bahkan, tak jarang harta hasil korupsi ini digunakan untuk amal kemanusiaan.
Kerangka kultural yang penuh pertimbangan ini membuat masyarakat selalu berusaha untuk menyiasati segala aturan yang ada. Masyarakat yang tidak mengerti juga membuat hukum yang dibuatnya pun tidak tegas. Aturan hukum terkadang keras, tetapi di bagian lain justru sangat lunak. Ketidakpastian hukum ini membuat hukum sangat mudah disiasati. Tingginya tingkat kekerabatan masyarakat atas dasar berbagai ikatan primordial juga membuat penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan tegas. Hukum hanya berlaku untuk kelompok masyarakat tertentu, namun tak digunakan untuk kelompok yang lain.
Kondisi ini membuat pemberantasan korupsi yang dilakukan sejak dulu hingga kini hanya drama penegakan hukum. Hampir semua pejabat publik dari pusat hingga daerah memainkan perannya dalam penegakan hukum. Namun, masyarakat sudah sangat cerdas menilai apa yang dilakukan oleh pemimpin mereka. Keterbukaan informasi membuat masyarakat mampu mencerna apa yang dilakukan pejabat dan membandingkan dengan kondisi sehari-hari. Hal-hal yang ditonton masyarakat dari pemimpin selanjutnya ditiru dalam skala yang lebih kecil. Tiadanya teladan juga membuat masyarakat tidak pernah optimistis terhadap upaya pemerintah menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintah yang membuat aturan, namun pemerintah yang menyiasati dan melanggarnya.
Dalam pemberantasan korupsi sendiri banyak terjadi penyalah gunaan hukum dari yang mengkorupsi bermiliaran rupiah bisa didenda hanya sebagian kecil dari yang mareka korupsi dan dipenjara hanya beberapa bulan saja, sangat ironis dengan yang terjadi baru- baru ini seorang yang mengambil buah kakao dipenjara dan dihukum. Kadang hukum sediri terasa memainkan atau dipermainkan.Oleh karena itu, untuk mengurangi kasus suap dan tindak korupsi lainnya, UU perlindungan saksi dan UU pembuktian terbalik harus segara diwujudkan. Kedua aturan ini diperlukan karena selama ini mereka yang mengungkap adanya korupsi justru dijerat hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun, mereka yang dituduh korupsi justru bebas dan tindak korupsinya tak tersentuh hukum. Langkah awal memberantas korupsi di Indonesia adalah pemberantasan korupsi di lembaga peradilan dan lembaga politik.
Pemberantasan korupsi dan suap bisa dilakukan dengan jalur struktural saja tak cukup. Pencegahan melalui jalur kultural perlu digalakkan meski hasilnya baru dapat diperoleh dalam jangka waktu lama. Jalur paling cepat mengatasi korupsi adalah melalui jalur struktural. Namun, perlu dicari terobosan agar pemberantasan korupsi di jalur ini mampu menghasilkan penegakan hukum yang kuat. Kita dapat lihar dari langkah China dengan menerapkan keadaan darurat korupsi, pantas ditiru. Cara China dalam memberantas korupsi dinilai sulit diterapkan di Indonesia, terutama dengan pro-kontra hukuman mati bagi koruptor. Namun, tanpa cara ini upaya meminimalkan korupsi akan sulit dicapai dalam waktu cepat.
Kesulitan pemberantasan ini karena dua sebab. Yang pertama korupsi yang telah membudaya, sebab kedua adalah penanganan korupsi ini yang tidak dilakukan secara sistemik dan sejak dini –melalui pendidikan-.
Adapun yang disebut kultur atau kebudayaan dalam kehidupan manusia itu adalah sesungguhnya suatu fenomena dalam kehidupan manusia yang sungguh partikular sifatnya. Relativisme kultural inilah yang menjelaskan kenyataan, bagaimana praktik dan praksis dalam pengalaman suatu bangsa tertentu sangat dipujikan sebagai aset fungsional bagi ketertiban dalam kehidupan setempat, tetapi dipandang amat tercela sebagai perusak sendi-sendi kehidupan.
Relativitisme kultural seperti itu –juga dalam hubungannya dengan persoalan ‘korupsi’- tercontohkan juga dengan kenyataan bahwa di negeri-negeri Timur ini tidak terdeteksi adanya kata-kata yang berpadanan dengan kata ‘korupsi’ terhadap perilaku pengembangan kekuasaan negara yang mengambil keuntungan dari jabatannya itu.
Budaya korupsi bisa terjadi karena berbagai latar belakang. Di antara penyebabnya adalah: pertama, kelemahan pemimpin untuk mencegah dan memberikan ketauladanan yang baik. Kedua, kelemahan pengajaran agama dan etika. Ketiga, budaya kolonialisme yang mendarah daging dan terpatri dalam benak dan perilaku masyarakat kita. Budaya kolonial yang cenderung mempraktikkan hegemoni dan dominasi, menjadikan orang Indonesia juga tega menindas bangsanya sendiri lewat perilaku korupsi.
Keempat, tidak adanya penegakan hukum yang tegas dan memberatkan. Penegakan hukum serta pengusutan secara tuntas dan adil terhadap tindak korupsi memang harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu. Kelima, struktur pemerintahan yang justru menumbuhkan lingkungan subur untuk korupsi. Birokrasi yang sentralistik dan banyak mentenderkan proyek pembangunan, adalah sesuatu yang jelas terpanjang di depan mata.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.

Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

Upaya memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pengalaman Negaranegara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang simultan. Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain:
a. memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi,
b. upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan,
c. tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagaui elemen.
Penutup
Pernyataan korupsi sebagai sebuah kebudayaan tetap menjadi sebuah pernyataan yang melahirkan dua pandangan yang berbeda. Ada pihak yang mengatakan bahwa tindakan korupsi merupakan sebuah budaya dan ada juga yang menentang hal ini. Namun perbedaan pendapat ini didasarkan pada pemahaman kebudayaan yang berbeda-beda pula. Korupsi bisa di lihat sebagai sebuah kebudayaan jika kebudayaan memiliki diartikan sebagai sebuah tingkah laku yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, sebuah kebiasaan yang terus terpelihara dalam masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok yang besar seperti seperti bangsa Indonesia. Namun secara filosofis, korupsi di satu pihak bukanlah sebuah kebudayaan sebab korupsi sungguh bertentangan dengan nilai dan unsur kebudayaan itu sendiri dan di pihak lain korupsi dapat dikatakan sebuah kebudayaan jika meneliti motif dari korupsi itu sendiri. Nilai kebahagiaan yang merupakan hal yang mendasar dari manusia itu sendiri merupakan motif di balik tindakan korupsi itu.
Dengan kekuatan yang dimilikinya berupa semangat dalam menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran serta keberanian dalam menentang segala bentuk ketidak adilan, masyarakat menempati posisi yang penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kekuatan tersebut bagaikan pisau yang bermata dua, di satu sisi, mahasiswa mampu mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak atas ketidakadilan sistem termasuk didalamnya tindakan penyelewengan jabatan dan korupsi. Sedangkan di sisi yang lain, mahasiswa merupakan faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.






DAFTAR PUSTAKA
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.
Soetandyo Wignjosoebroto, “Korupsi Sebagai Masalah Sosial-Budaya”, Jurnal Dinamika Masyarakat (Jakarta: Ristek, 2004), 274.
M.A. Shomali, Relativisme Etika, ter. Zaimul Am, (Jakarta: Serambi, 2005), 31.
Soetandyo, Korupsi..., 275.
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Kebudayaan Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 126.
Ibid., hal 128
Soerjanto Poespowardojo, Stategi Kebudayaan ; Suatu Pendekatan Filosofis, Jakarta : PT Gramedia, 1989, hal 220

Kamis, 21 April 2011

kurikulum

KURIKULUM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurikulum.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) yaitu pengembangan kurikulum operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang konsep dasar kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelolanya.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji suatu kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku tersebut kita dapat mengetahui pengertian dan dimensi kurikulum serta fungsi dan peranan suatu komponen kurikulum terhadap komponen kurikulum yang lain.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baim secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru, keppala sekolah, pengawas, orangtua, masyarakat dan pihak siswa itu sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Mengingat pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini, maka penulis tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus mengungkap mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit membuka wawasan para pembaca semua

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian kurikulum?
2. Apa saja yang termasuk dimensi kurikulum?
3. Apa saja fungsi kurikulum?
4. Bagaimana peranan kurikulum terhadap kegiatan belajar mengajar?

C. Tujuan Penulisan

Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum.
2. Untuk mengetahui dimensi kurikulum.
3. Untuk memahami fungsi kurikulum.
4. Untuk memahami peranan kurikulum terhadap pembelajaran.

D. Metode Penulisan

Metode penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah Metode Kepustakaan yakni suatu penelitian yang digerakkan untuk meneliti dan memecahkan masalah dengan mengambil beberapa buku yang ada hubungannya dengan makalah ataupun literatur lain yang terkait.
E. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan yang meliputi; latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Pembahasan yang meliputi; pengertian kurikulum, dimensi kurikulum, fungsi kurikulum dan peranan kurikulum.
Bab III : Penutup yang meliputi; simpulan

PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERANAN KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoritis agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah penting adanya. Berikut ini adalah beberapa pengertian kurikulum ditinjau dari beberapa sudut pandang :
1. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis

Webster’s Third New International Distionery menyebutkan kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
1. Berlari cepat
2. Tergesa-gesa
3. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
1. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
2. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
3. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan

Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
2. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional

Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa kurikulum 4
dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah, yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum seperti Kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian Kurikulum Secara Modern :

Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli

George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Dipertegas lagi oleh pemikiran Ro nald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Sedangkan Hilda Taba (1962) mengemukakan bahwa: “A curriculum usually contains a statement of aims and of specific objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demand them or because the content organization requires them. Finally, it includes a program of evaluation of the outcomes”. Pengertian kurikulum menurut Hilda Taba menekankan pada tujuan suatu statemen, tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi dalam pola pembelajaran dan adanya evaluasi.
Sementara Unruh dan Unruh (1984) mengemukakan bahwa “curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned, and with the result of instruction”. Ini berarti bahwa kurikulum merupakan suatu rencana untuk keberhasilan pembelajaran yang di dalamnya mencakup rencana yang berhubungan dengan tujuan, dengan apa yang harus dipelajari, dan dengan hasil dari pembelajaran.
Olivia (1997) mengatakan bahwa “we may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning experiences, whereas we may characterize instruction as methods, the teaching act, implementation, and presentation”. Olivia termasuk orang yang setuju dengan pemisahan antara kurikulum dengan pengajaran dan merumuskan kurikulum sebagai a plan or program for all the experiences that the learner encounters under the direction of the school.
Pendapat yang sedikit berbeda tentang kurikulum dikemukakan oleh Marsh (1997), dia mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu hubungan antara perencanaan-perencanaan dengan pengalaman-pengalaman yang seorang siswa lengkapi di bawah bimbingan sekolah.
Senada dengan Marsh, Schubert (1986) mengatakan: “The interpretation that teachers give to subject matter and the classroom atmosphere constitutes the curriculum that students actually experience”. Pengertian tersebut menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis pendidikan. Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan tertentu.
Selanjutnya Dool (1993) memperkuat pendapatnya tentang kurikulum yang ada sekarang dengan mengatakan: ”Education and curriculum have borrowed some concepts from the stable, nonechange concept - for example, children following the pattern of their parents, IQ as discovering and quantifying an innate potentiality. However, for the most part modernist curriculum thought have adopted the closed version, one where - trough focusing - knowledge is transmitted, transferred. This is, I believe, what our best contemporary schooling is all about. Transmission frames our teaching-learning process”.
Dengan transfer dan transmisi maka kurikulum menjadi suatu fokus pendidikan yang ingin mengembangkan pada diri peserta didik apa yang sudah terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum tidak menempatkan peserta didik sebagai subjek yang mempersiapkan dirinya bagi kehidupan masa datang tetapi harus mengikuti berbagai hal yang dianggap berguna berdasarkan apa yang dialami oleh orang tua mereka.
Dalam konteks ini maka disiplin ilmu memiliki posisi sentral yang menonjol dalam kurikulum. Kurikulum, dan pendidikan, haruslah mentransfer berbagai disiplin ilmu sehingga peserta didik menjadi warga masyarakat yang dihormati.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
5. Perkembangan Kurikulum
a. Kurikulum 1975
Disebut demikian karena pembakuannya dilakukan pada tahun 1975 dan berlaku mulai tahu itu pula. Kurikulum 1975 menyempurnakan atau bahkan merubah kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1968. kurikulum 1975 banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Behavioral; segala sesuatu diukur dari hasilnya, dan diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur. Oleh sebab itu, kurikulum 1975 berorientasi pada tujuan yang dirumuskan secara operasional dan behavioral. Bentuk kurikulum yang demikian dipandang mengandung beberapa kelemahan, antara lain terlalu terpusat pada pencapaian tujuan, sehingga melupakan proses yang dalam dunia pendidikan sangatlah penting.
b. Kurikulum 1984
Kurikulum ini banyak dipengharuhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
c. Kurikulum 1994
Kurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya dengan dasar kurikulum 1984 pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar cenderung didalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi kognitif.
d. Kurikulum 2004
Kurikulum ini disusun lebih kompleks sebagai pengembangan kurikulum sebelumnya , tujuan terarah pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Pengembangan ada pada guru dan sekolah. Semua proses terstandarisasi mulai dari proses pembelajaran hingga hasil belajar siswa. Perubahan total nampak jelas jika dibandingkan antara kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004 dengan alasan relevansi. Kurikulum ini populer dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Konpetensi).
B. Dimensi Kurikulum

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengertian kurikulum terus berkembang sejalam dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Namun berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum sebagai berikut :
R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu
1. Kurikulum sebagai substansi

Dimensi ini memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga menunjuk pada suati dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi.
2. Kurikulum sebagai sistem

Dimensi ini memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem prsekolahan, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya kurikulum.
3. Kurikulum sebagai bidang studi

Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu bidang study kurikulum. Hal ini merupakan ahli kajian para ahli kurikulum dann ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep – konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan dan kegiatan penelitian dan percobaan, sehingga menemukan hal – hal baru, yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Sedangkan Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulummemiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi tersebut, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian, yaitu :
1. Kurikulum sebagai ide.
2. Kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum.
3. Kurikulum menurut persepsi pengajar.
4. Kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas.
5. Kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik.
6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
C. Fungsi Kurikulum

Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar dirumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, sisiwa kurikulum berfungsi sebagi suatu belajar.
Selain itu fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum memiliki arti sebagai berikut:
a. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifar well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
b. Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral masyarakat.ke jenjang yang lebih tinggi.
c. Fungsi Diferensiasi
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan layanan terhadap perbedaan individusiswa. Setiap siswa memiliki perbedaan baik dari aspek fisik maupun psikis.
d. Fungsi persiapan
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memprsiapkan siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih.
e. fungsi pemilihan
fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat kaitannya dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
f. Fungsi diagnostik
fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima potensi dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
D. Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendiidikan. Terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting yaitu:
a. Peranan konservatif

Peranan ini menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana utuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa.
b. Peranan kreatif

Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
c. Peranan kritis dan evaluatif

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. 13
PENUTUP
A. Simpulan

Keberadaan kurikulum sangatlah penting dalam dunia pendidikan karena kedudukannya yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Berdasarkan seluruh pandangan dari berbagai sudut mengenai pengertian kurikulum, maka pengertian kurikulum dapat diorganisir menjadi dua, yaitu : yang ppertama kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Dan yang kedua kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Konsep kurikulum meliputi : sebagai substansi yang dipandang sebagai rencana pembelajaran bagi siswa atau seperangkat tujuan yang ingin dicapai. Sebagai sistem merupakan bagian dari sistem persekolahan, pendidikan dan masyarakat. Dan sebagian bidang studi, merupakan kajian para ahli kurikulum yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Istilah kurikulum menunjuk pada beberapa dimensi pengertian, dimana setiap dimensi memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. keempat dimensi itu adalah :
1. Kurikulum sebagai suatu ide.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana.
3. Kurikulum sebagai suatu aktivitas, yang secara teoritis merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai rencana tertulis.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil merupakan konsukuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Kurikulum juga memiliki peran dalam pencapaian tujuan pendidikan, yakni :
1. Memiliki peran konservatif.
2. Kreatif
3. Kritis dan evaluatif.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. 2008. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2005. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Jakarta : Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Subandijah, 1993. Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Slameto, 1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit. Bumi Aksara. Jakarta
Efendi, M. dkk. 2005. Pengantar Arah Pengembangan Kurikulum Dan Pengajaran.
Laboratorium Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNM. Malang
http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=pengertian+kurikulum&meta=&btnG=Google +Penelusuran
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum 15

Rabu, 06 April 2011

jalan2...........Pantai Pasisia....

liat aja,,,kalo suka sukur,,kalo enggak,,,terserah...ahahhahahahaa...

ne lokasinya lagi nungguin jemputan...kan kata orang nunggu emang bosenin, tapi kalo nunggu sambil fot2 keren juga..ahahhah

nah ini yang paling gak nahan..lagi telponan ma pacar,,tetep ja eksis dengan foto2..keren euy...

ni ceritanya sama kaya yang diatas...

nah kalo yang ni lebih parah,,foto2 di jembatan..kalo ada yang lewat gimana?





nah,,kalo yang ne..bener2 gilaa..makan markisa langsung dari poonya,,dah coba loe2 pada? belom pernah???? mari yuk,,cap cusss cinnn...

Minggu, 03 April 2011

just to say...

You’re not alone, together we stand
I’ll be by your side, you know I’ll take your hand
When it gets cold and it feels like the end
There’s no place to go, you know I won’t give in
No, I won’t give in

Keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through
Just stay strong
‘Cause you know I’m here for you, I’m here for you

There’s nothing you could say, nothing you could do
There’s no other way when it comes to the truth
So keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through

So far away, I wish you were here
Before it’s too late this could all disappear
Before the door’s closed and it comes to an end
With you by my side I will fight and defend
I’ll fight and defend, yeah, yeah

Keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through
Just stay strong
‘Cause you know I’m here for you, I’m here for you

There’s nothing you could say, nothing you could do
There’s no other way when it comes to the truth
So keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through

Hear me when I say when I say, I believe
Nothing’s gonna change, nothing’s gonna change destiny
Whatever’s meant to be will work out perfectly
Yeah, yeah, yeah, yeah

Keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through
Just stay strong
‘Cause you know I’m here for you, I’m here for you

There’s nothing you could say, nothing you could do
There’s no other way when it comes to the truth
So keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through

Keep holding on
Keep holding on

There’s nothing you could say, nothing you could do
There’s no other way when it comes to the truth
So keep holding on
‘Cause you know we’ll make it through, we’ll make it through