KETIKA HUKUM DIPERJUAL BELIKAN MUNCULLAH MAFIA HUKUM DAN MAFIA PERADILAN
Hukum yaitu sesuatu yang telah diatur kadarnya. Semuanya sudah dikodifikasi atau sudah dibukukan. Ini dapat kita lihat dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata) dan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab tersebut pada intinya berisi peringatan tentang hal yang kita lakukan serta ancaman hukumannya.
Ini adalah gambaran hukum di Indonesia, yang telah diatur dalam kitab undang-undang perdata juga pidana. Indonesia sebagai negara hukum atau rechtstaat memang telah diatur oleh undang-undang dan hukum yang jelas. Undang-undang yang memayunginya itulah yang akan dijadikan pegangan bagi para jaksa dan hakim dalam mengambil keputusan dalam pengadilan.
Tapi, sekarang ini kita banyak melihat hukum tidak dapat berlaku seperti yang ada dalam kitabnya. Hukum telah banyak yang melenceng dari yang ada dalam kitab atau buku. Banyak sekali yang tidak sesuai dengan buku, terutama kadar hukuman yang ada dalam KUH Perdata dan KUHP. Jual beli ada hukumnya, tetapi hukum tidak boleh dijual dan tidak bisa dibeli. Hukum wajib ditegakkan, sekalipun terhadap diri sendiri, keluarga maupun sanak famili. Di sekitar kita, jual beli hukum bukan lagi barang aneh. Selain beritanya sering muncul di televisi, media cetak, dan radio, mungkin kita sendiri pernah mengalaminya atau terpaksa mengalaminya. Padahal, manakala hukum hukum bisa dengan mudah diperjual belikan, maka praktis moral masyarakat hancurlah sudah.
Maka tidak salah lagi juaka ada yang namanya mafia hukum dan mafia peradilan. Mafia Hukum di sini lebih dimaksudkan pada proses pembentukan Undang-undang oleh Pembuat undang-undang yang lebih sarat dengan nuansa politis sempit yang lebih berorientasi pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu.
Sedang Mafia Peradilan di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik yang ada di tangan para Penegak Hukum dimana secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Hukum dan keadilan menjadi barang mahal di negeri ini. Prinsip peradilan yang cepat, biaya ringan dan sederhana sulit untuk ditemukan dalam praktik peradilan. Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan.
Salah satunya yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” di semua birokrasi dan stratifikasi sosial yang telah menjadikan penegakan hukum hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dan pidato-pidato kosong.
Bahkan secara faktual tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang berminat sebagai pembelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya.
Kenyataan ini memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada mereka yang lemah dan miskin. “ Sekali lagi tidak akan pernah… ! ” Sindiran yang sifatnya sarkatisme mengatakan, “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada dinegeri ini”.
Tapi agaknya para Penegak Hukum, Politisi, Pejabat dan Tokoh-Tokoh tertentu dalam masyarakat kita tidak akan punya waktu dan ruang hati untuk dapat mengubris segala bentuk sindiran yang mempersoalkan eksistensi pekerjaan dan tanggungjawab publiknya, jika sindiran itu bakal mengurangi rejekinya. Buruknya proses pembuatan undang-undang dan proses penegakan hukum yang telah melahirkan stigmatisasi mafia hukum dan mafia peradilan di Indonesia, yang kalau kita telusuri keberadaannya ternyata mengakar pada kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa.
Sehingga apa yang disebut dengan mafia hukum dan mafia peradilan eksistensinya cenderung abadi karena ia telah menjadi virus mentalitas yang membudaya dalam proses penegakan hukum di negeri ini. Sehingga berbicara tentang Law Enforcement di Indonesia tidaklah bisa dengan hanya memecat para Hakim, memecat para Jaksa dan memecat para Polisi yang korup, akan tetapi perbaikan tersebut haruslah dimulai dengan pembangunan pendidikan dengan pendekatan pembangunan kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa dan membangun moral force serta etika kebangsaan yang kuat berlandaskan pada Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun upaya untuk menempatkan hukum menjadi panglima di negeri ini diperlukan juga adanya polical will dari para elite politik dan gerakan moral dari seluruh anak bangsa yang perduli akan nasib bangsa ini, serta membrantas politikus busuk yang lagi sibuk merebut kekuasaan
aku tidak akan pernah melakukan apapun yang aku anggap tidak masuk akal. hidupku adalah aku..dan hidupmu silakan lakukan apapun pad hidupmu.. aku tidak pernah menyukai orang yang mempermainkan hatiku, jika hanya untuk itu,, anda salah telah memilih saya,. saya tetaplah saya, saya akan menghargai orang yang menghargai saya dan tak pernah membohongi saya, karena jika saya telah dibohongi, maka..akan sulit bagi anda untuk masuk lagi dalam status kpercayaan saya
Mengenai Saya

- Eez_Cyank
- padang, sumatra barat, Indonesia
- jangan buat aku terlau mencintaimu
.btw salam kenal dari saya..kebetulan gue juga nak hukum
BalasHapus.blog walking juga yah :) hehehehe.
.klw ada kesempatan jalan2 k blogq yah??
.nih alamatx >> http://www.aedilstih-pinrang.co.cc/
.makasih sebelumx..